Tuesday, 2 October 2012

"GO TO HELL WITH YOUR AID" - Sukarno

 


Indonesia 1960-an termasuk negara yang tidak disukai oleh blok Barat pimpinan Amerika Serikat (AS). Di era Perang Dingin itu konflik utama dunia terjadi antara Kapitalis (dipimpin AS) melawan Komunis (RRT dan Uni Soviet). AS sedang bersiap-siap mengirim ratusan ribu pasukan untuk menghabisi komunis di Korea Utara. Sementara di Indonesia Partai Komunis (PKI) merupakan partai legal. Saat kebencian AS terhadapIndonesia memuncak dengan menghentikan bantuan, Presiden Soekarno menyambutnya dengan pernyataan keras:
 "Go to hell with your aid"

Sebagai pemimpin negara yang relatif baru lahir, Presiden Soekarno menerapkan kebijakan berani:
Berdiri pada kaki sendiri. Dasar sikap Soekarno itu jelas: Alam Indonesia kaya raya. Minyak di Sumatera dan Sulawesi, hutan maha lebat di Kalimantan , emas di Irian, serta ribuan pulau yang belum terdeteksi kandungannya. Semua itu belum mampu dieksplorasi oleh bangsa kita. Kekayaan alam ini dilengkapi dengan lebih dari 100 juta penduduk pada masa itu yang merupakan pasar potensial, sehingga ada harapan sangat besar bahwa pada suatu saat Indonesia akan makmur tanpa bantuan Barat.
 Ini pula yang mengilhami sikap konfrontatif Bung Karno: Ganyang Nekolim (neo-kolonialisme & imperialisme). Bung Karno menyatakan,Indonesia hanya butuh pemuda bersemangat untuk menjadi bangsa yang besar.


Sekarang 50 tahun setelah pernyataan keras Bung Karno, kita sekarang seolah merengek akan bantuan asing karena sumber daya alam kita sebagian sudah dikuasai asing. Kita seolah seperti orang asing di negeri sendiri, rakyat miskin merasakan mahalnya hidup di Indonesia.


Bantuan yang ditawarkan ke Indonesia setelah krisis ekonomi Asia  1997-1998, misalnya, ternyata malah meningkatkan angka kemiskinan  secara signifikan. Untuk mendapatkan dana bantuan darurat, pemerintah  Indonesia harus menyetujui privatisasi layanan publik,  merestrukturisasi perbankan nasional, memangkas anggaran sosial dan  mencabut subsidi BBM, listrik dan pangan. Kebijakan-kebijakan ini jelas  tidak sesuai dengan kebutuhan dasar mayoritas rakyat Indonesia.  Hasilnya, jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan berlipat ganda dan  upah riil selama periode itu jatuh sebanyak 30%, jutaan orang mengalami  malnutrisi, kriminalitas meningkat tajam sebesar 1000%, 4,5 juta anak  putus sekolah, dan belasan juta orang kehilangan pekerjaan.
   
    Oleh karena itu, berdasarkan bukti-bukti yang ada, sesungguhnya apa  yang dikatakan dengan bantuan atau utang luar negeri adalah suatu  bentuk penipuan dari negara-negara donor atau lembaga-lembaga  Internasional terhadap negara yang menerima bantuan.
   
    Sarana-sarana Imperialisme Ekonomi
    Sarana-sarana negara-negara kapitalis untuk melakukan imperialisme ekonomi antara lain :

1. Menyebarkan ide yang berkaitan dengan politik dan ekonomi

 
Di antara ide-ide ekonomi tersebut, adalah ide pembangunan ekonomi dan  keadilan sosial, agar negara-negara yang baru saja lepas dari  penjajahan militer dapat segera masuk ke perangkap penjajahan ekonomi  Amerika. Sebab, pelaksanaan ide-ide itu jelas membutuhkan banyak dana.  Maka dari itu, tertipulah negara-negara tersebut untuk segera mencari  hutang luar negeri dan terjerumuslah mereka menjadi negara dengan  hutang bertumpuk

2.  Mengubah sistem mata uang dunia

    Presiden Nixon pada tahun 1971 menghapuskan keterkaitan dolar dengan  emas, sehingga dolar tak dapat dikonversi lagi menjadi emas. Maka dolar  pun menguasai sistem mata uang dunia dan memaksa Jepang dan Jerman  mendukung dolar, karena kedua negara tersebut mem- punyai cadangan emas  sangat besar di dunia
   
3. Membentuk lembaga-lembaga ekonomi Internasional

    Sejalan dengan ide-ide AS yang menyatakan bahwa politik polarisasi dan  blok-blok internasional akan dapat menyulut perang-perang dunia, maka  AS bertekad memantapkan prinsip-prinsip Tata Dunia Baru yang didasarkan  pada pembentukan lembaga-lembaga internasional di bidang politik,  ekonomi, kesehatan, peradilan, dan pendidikan. Maka lalu berperanlah  PBB, Dewan Keamanan, IMF, Bank Dunia, Mahkamah Internasional, dan  lembaga-lembaga dunia lainnya.
 
4. Membentuk blok-blok ekonomi, seperti NAFTA dan APEC

    Blok-blok tersebut antara lain terdiri dari AS, Meksiko, Kanada,  Australia, New Zealand, Jepang, Korea, dan Indonesia. Sementara itu di  sisi lain ada pula Pasar Bersama Eropa yang beranggotakan negara-negara  Eropa. Peran blok-blok ini untuk bersaing dalam hal dominasi dan  perampasan ekonomi tak perlu dibuktikan lagi.
   
    Di samping blok-blok itu, telah diselenggarakan pula berbagai  konferensi internasional dan regional untuk mengokohkan dominasi Barat  dan memaksakan format-format ekonomi Barat. Konferensi-konferensi  seperti ini antara lain adalah kesepakatan GATT, yang berkaitan dengan  tarif (bea masuk) dan tuntutan untuk menghapus segala tarif ini pada  konferensi di Napoli (Italia) pada tahun 1994.
 
5. Merekayasa Berbagai Perang, Krisis, Kekacauan, dan Kerusuhan

    Berbagai perang dan kerusuhan sengaja disulut oleh Barat di  negeri-negeri Islam, seperti Perang Teluk I (perang Irak-Iran) dan  Perang Teluk II yang dimaksudkan untuk menguasai minyak dan mencampuri  urusan negeri lain dengan cara membangun pangkalan-pangkalan militer  dan zona-zona kemananan di wilayah Irak Utara dan Selatan.
    Negara-negara kapitalis juga mensponsori gerakan- gerakan separatis -  seperti gerakan separatis Kurdi dan Sudan Selatan - dan perang saudara  di Afghanistan. Tujuannya adalah untuk menyiksa bangsa-bangsa tersebut,  merampok harta kekayaannya, dan memeratakan kemelaratan dan kerusakan.


Baca Juga :
Soekarno : Beri aku 10 Pemuda

No comments:
Write comments